Beberapa Definisi Belajar (Behaviorisme 1) dan Implikasinya terhadap Karakter Guru Pembelajar

oleh

Arie Rakhmat Riyadi, M.Pd.

Beberapa definisi belajar:

  • “any process that in living organisms leads to permanent capacity change and which is not solely due to biological maturation or ageing” (Illeris 2007, p. 3)
  • “a persisting change in human performance or performance potential . . . (brought) about as a result of the learner’s interaction with the environment”  (Driscoll, 1994, pp. 8-9).  
  • “the relatively permanent change in a person’s knowledge or behavior due to experience”  (Mayer, 1982, p. 1040).
  • “an enduring change in behavior, or in the capacity to behave in a given fashion, which results from practice or other forms of experience”  (Shuell, 1986, p. 412).

Ciri belajar berdasarkan beberapa definisi di atas.

  1. Belajar merupakan proses
  2. Belajar melibatkan perubahan
  3. Belajar bukan hasil dari penuaan biologis/pertambahan usia
  4. Belajar menghasilkan kapasitas
  5. Belajar dipresentasikan dalam performance (kinerja/penampilan)
  6. Belajar merupakan hasil dari interaksi dengan lingkungan
  7. Belajar dihasilkan dari pengalaman
  8. Belajar hasil dari sejumlah latihan

Pandangan sejumlah aliran psikologi tentang bagaimana manusia belajar.

  1. Behaviorism
  2. Cognitivism
  3. Social Learning Theory
  4. Social Constructivism
  5. Multiple Intelligences
  6. Brain-Based Learning

Berikut uraian untuk behaviorism.

  1. Behaviorism

Ada dua theorist besar, yaitu Pavlov dan Skinner.

Pavlov – Classical conditioning

“A stimulus is presented in order to get a response”

S -->  R

Manusia belajar karena ada stimulus yang direspon (perilaku tertentu, hasil). Perilaku tersebut diulang-ulang hingga menghasilkan kemampuan baru yang menetap (hasil belajar). Belajar adalah pembiasaan, hasil proses S à R yang direpetisi.

Atas dasar itu, guru perlu terus melatih respon terhadap stimulus yang diperoleh dari lingkungannya. Guru akan belajar dari apa yang diperolehnya dari stimulus yang dia respon sehingga memunculkan perilaku yang diharapkan.

Karakter pembelajar dari konsep ini, guru harus sensitif terhadap stimulus, respon tidak boleh mati, pengulangan (latihan) perilaku baru dalam merespon situasi lingkungan diharapkan muncul pada diri seorang guru.

Implikasi: guru tidak boleh “kaget” (culture shock) terhadap perubahan kurikulum yang “biasa” terjadi di Indonesia khususnya, semata-mata untuk menampilkan karakter pembelajarnya, yaitu sensitif terhadap situasi perubahan lingkungan (stimulus). Memiliki kesiapan untuk merespon perubahan dengan perilaku-perilaku baru yang dapat dilatih menjadi kompetensi dan berbuah performance yang lebih baik.

Skinner – Operant conditioning

“The response is made first, then reinforcement follows”

Respon yang dimunculkan seseorang terhadap stimulus harus diberikan penguatan-bila positif, lawannya penghukuman-bila negatif.

Atas dasar itu, guru perlu memperoleh penguatan (mungkin berupa reward tertentu dari pihak pimpinan atau bila guru tersebut punya nilai transcendence-ke-Tuhan-an, maka tentu reward yang harusnya dia harap hanyalah dari Tuhan, Allah Subhanahu wa Ta’ala) atas perilaku hasil belajarnya itu. Dan tentu saja, bila guru melakukan kesalahan, lalai terhadap tugas dan tidak meningkatkan kompetensinya sebagai seorang guru, haruslah dirinya memperoleh punishment (mungkin berupa pengurangan jam, pemotongan insentif, mungkin itu terlalu “kasar”, namun sekali lagi, bila guru tersebut punya nilai transcendence-ke-Tuhan-an, maka tentu yang dia takutkan hanya hukuman dari Tuhan, Allah Subhanahu wa Ta’ala [berhenti berkembang rejeki, misalnya, ya karena berhenti mengembangkan diri, berhenti belajar). Tapi, memang behaviorisme tidak melihat proses yang terjadi pada pikiran, ya tidak ada pikiran seperti bagaimana Tuhan dan sebagainya.

Karakter pembelajar di sini, ada campur-tangan eksternal. Tidak boleh dipandang sebelah mata, hal ini untuk sebagian orang masih penting, baik itu yang berupa reward maupun punishment.

Implikasi: guru perlu difasilitasi untuk diberi penghargaan, dan penyadaraan atas penghargaan hakiki yang harus dirinya harapkan, yaitu dari Tuhan, Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Berdasarkan aliran behaviorism ini, “learning is defined by the outward expression of new behaviors” bahwa belajar didefinisikan oleh ekspresi lahiriah dari perilaku baru. Fokus pada perilaku yang dapat diamati. Belajar pada dasarnya merupakan perkembangan biologis yang muncul dari respon terhadap stimulus.

Kritik terhadap aliran behaviorisme dalam belajar.

  1. Proses pikiran diabaikan.
  2. Bersifat pasif
  3. Pengetahuan itu “diberikan”
  4. Segala sesuatu dipogramkan harus secara ketat

Untuk membentuk, digunakan kata “membentuk” adalah tepat, membentuk guru pembelajar harus menggunakan stimulus berdasarkan aliran ini. Guru butuh stimulus. Guru, kecuali guru ideal yang komprehensif tidak hanya urusan stimulus-respon-reinforcement, umumnya butuh stimulus, entah itu berupa reward ataupun punishment. Guru butuh bantuan untuk membangun dirinya (sebagai awalan) untuk membentuk diri pembelajar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.